Al-Razi
adalah filosof muslim terkemuka yang muncul sesudah Al-Kindi, nama lengkapnya
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf,
kimiawan, dan pemikir bebas, (250-313 H/864-925). Al-Razi
dilahirkan di Rayy yang merupakan bagian selatan kota Teheran Iran yaitu pada
hari pertama bulan sya’ban sekitar tahun 250 H/864 M. Di kota Ray ini ia
belajar kedokteran kepada Ali ibn Rabban al-Thabari (192-240 H/808-855 M),
belajar filsafat kepada Al-Balkhi, seorang yang senang mengembara, menguasai
filsafat, dan ilmu-ilmu kuno. Ia juga belajar matematika, astronomi, sastra,
dan kimia.
Sepanjang
abad pertengahan ia merupakan dokter terbesar pada zamannya, Sebagian dari
riwayat bahkan menyebutnya sebagai dokter pertama yang mengunakan kimia dalam
tradisi pengobatan. Pada tradisi tersebut beliau sangat mahir dalam mengolah
dan meracik obat dengan ilmu kimia yang dimilikinya. dan orang-orang barat
memanggilnya dengan sebutan “Rhazes”.
Propesi yang
pernah ditekuni pada masa mudanya ialah menjadi tukang intan (Baihaqi), penukar
uang (ibn abi Usaibi’ah), dan pemain musik kecapi (ibn Juljul, Sa’id, ibn
Khalikan, Usaibi’ah, al-Safadi) yang pertama meninggalkan musik untuk belajar
alkimia. Selain
al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga
dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin
al-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari
tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan
nama kun-yah-nya (gelarnya).
Al-Razi
berdomisili di Iran, yang sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, sejak lama
sudah dikenal dengan sejarah peradaban manusia. Kota ini merupakan tempat bertemunya
berbagai peradaban, terutama peradaban Yunani dan Persia. Oleh karena itu tidak
mengherankan kota-kota di Persia (Iran) ini telah mengenal peradaban yang
tinggi sebelum bangsa Arab mengenalnya. Agaknya suasana lingkungan ini termasuk
yang mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual. Disiplin ilmu Ar-Razi meliputi ilmu
falak, matematika, kimia, kedokteran dan filsafat. Ia lebih dkenal sebagai ahli
kimia dan ahli kedokteran dibandingkan sebagai seorang filosof.
Pada masa
Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn As’ad sebagai Gubernur Ray, Al-Razi diserahi
kepercayaan memimpin rumah sakit selama enam tahun (290-296 H). Pada masa ini
juga Ar-Razi menulis buku al-Thibb al-Mansuri yang dipersembahkan
kepada Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad. Dari Ray kemudian Ar-Razi pergi ke Baghdad,
dan atas permintaan Khalifah Al-Muktafi (289-295 H), yang berkuasa pada waktu
itu, ia memimpin lembaga ilmiah dan rumah sakit Maristan di Baghdad.
Karangannya
yang terkenal ialah “ Tentang Cacar dan Campak” yang di terjemahkan dalam
berbagai bahasa di Eropa. Sepulangnya
dari Bagdad, ia kembali ke Rayy dan disana ia mempunyai banyak murid. Sebagai
mana yang di tuturkan al- Nadim dalam Fihrist, bahwa al-Razi kemudian menjadi
syekh “dengan kepala besar menyerupai
karung” yang di kelilingi oleh banyak murid. Al- Razi
adalah orang yang murah hati, sayang pada pasien-pasiennya, dermawan kepada
orang-orang miskin, karena itu ia memberikan pengobatan sepenuhnya tanpa
meminta bayaran sedikitpun.
Kemasyhuran Al-Razi sebagai seorang dokter
tidak saja di dunia Timur, tetapi juga di Barat; ia kadang dijuluki The
Arabic Galen.Jika tidak bersama murid dan pasiennya, ia selalu menghabiskan
waktunya untuk menulis dan belajar. Mungkin ini
yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya ia
menjadi buta. Ada yang mengatakan sebab kebutaanya karena banyak makan buncis
(Baqilah). Penyakitnya bermula dari rabun
dan akhirnya menjadi buta sama sekali. Ia pun menolak untuk di obati.
Dan mengatakan bahwa pengobatan itu akan sia-sia belaka, karena sebentar lagi
ia akan meninggal dunia. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia pada tanggal
5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 M.
Buku-buku
al-Razi sangat banyak. Dia sendiri mempersiapkan katalog untuk buku-buku yang
ditulisnya, dan kemudian diproduksi oleh ibn al-Nadim. Yang kita temukan 118
buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu maqalah. Jumlah seluruhnya 148 buah. Ibnu Abi
Usaibi’ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa diantaranya tidak jelas
pengarangnya. Salah satu diantaranya adalah al-Hawi (buku menyeluruh) yang
terdiri dari 20 jilid. Karya ini lebih dianggap sebagai buku induk dalam bidang
kedokteran. Agaknya “al-Hawi”-lah yang merupakan karyanya yang terbesar dan
meluas sesuai dengan namanya. Buku ini pula dianggap intisari ilmu-ilmu Yunani,
Syiria dan Arab.
Menurut Al-Biruni,
ada sekitar dua puluh satu karya Ar-Razi tentang alkemi, yang terbesar
diantaranya adalah Sirr Al-Asrar. Sesuai dengan semangat Al-Razi anti hermetis,
rahasia-rahasia disini bukan misteri-misteri mistik, tetapi rahasia-rahasia
keahlian seorang alkemis (ahli alkemi), yang dengan bebas dipaparkan Ar-Razi
dalam pembahasannya mengenai bahan-bahan, perangkat-perangkat, dan
metode-metode alkemi itu. Tujuannya adalah meretas batas-batas yang memilahkan
satu bentuk substansi dari substansi lainnya, dengan menggunakan substansi kuat
yang akan menembus dan mengubah unsur dasar, dengan menambahkan dan
menghilangkan sifat-sifat spesifik, mengubah logam dasar menjadi emas atau batu
menjadi permata. Akan tetapi Al-Razi juga menggunakan sebagian dari preparat dalam
praktik kedokterannya; dan metode-metodenya sebagai seorang alkemis lebih
bernuansa ilmu bedah dari pada klenik atau sihir.
Buku-buku
tersebut dikelompokkan sebagai berikut: (a) ilmu kedokteran; (b) ilmu fisika;
(c) logika; (d) matematika dan astronomi; (e) komentar, ringkasan, dan
ikhtisar; (f) filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis; (g) metafisika; (h)
teologi; (i) ateisme; (k) campuran.
Diantara
buku Al-Razi yang dapat disebutkan disini, sebagai berikut:
1. Al-Asrar,
bahasan bidang kimia yang pernah diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Greard
Of Cremon.
2. Al-Hawi,
Ensiklopedi kedokteran yang masih dipakai sampai abad ke-16 di Eropa,
diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Continens.
3. Al-Mansuri
Liber Al-Mansori, sepuluh jilid doktrin kedokteran.
4. Al-jidar Wa
Al-Hasbah, analis penyakit campak dan cacar.
5. Al-Thibb
Al-Ruhani, pemikiran komprehensif Filsafat.
6. Sirah
Al-Falsafiyah, karangan soal sejarah
filsafat.
7. Amarah Iqbal
Al-Daulah
8. Kitab
Al-Ladzdzah
9. Kitab
Al-Ilmu Al-Ilahi
10. Maqolah Fi
Ma Ba’dah
Al-Razi
adalah seorang rasionalis murni yang menitik-tolakan seluruh pemikiran dan
kecenderungannya kepada kemampuan rasionalnya. Dalam setiap momen dalam
belajar, Al-Razi selalu mengingatkan murid-muridnya untuk tidak melecehkan
peran fungsi akal. Hal ini diyakini oleh Al-Razi bahwa akal merupakan alat
penentu, pusat pengendali, dan perintah kepada manusia menuju kebaikan.
Al-Razi
memiliki kecenderungan empiris dalam memandang keseluruhan filsafat. Studi
klinis kedokteran membantu Al-Razi dalam menentukan metode yang kuat untuk
dijadikan pemikiran filsafat secara keseluruhan. Melalui studi klinis al-Razi
mencoba untuk berpijak pada metode observasi dan eksperimen dalam
Filsafat. Hampir seluruh pemikirannya
tercurah langsung dalam lapangan praktik disiplin kedoteran, dan sebagian
kalangan menilai Al-Razi sebagai sosok yang kurang tekun dalam mencermati
problem filosofis. Namun demikian, filsafat Al-Razi cukup Aristotelian dan hal
ini terbuktidalam pandangannya tentang jiwa sebagai substansi dan akal sebagai
piranti jiwa yang pernah dilontarkan. Meskipun al-Razi menjunjung tinggi jiwa substansial non jasmani dan
penciptaannya, al-Razi adalah tokoh yang paling berani menentang filosof islam
awal. Menurutnya untuk menjadi seorang flosof, seseorang tidak harus masuk
kedalam sekte atau madzhab tertentu dan tidak perlu berlebihan dalam mencontoh
tindakan dan gagasan si pemimpin sekte atau madzhab tersebut.
Al-Razi
melihat perselisihan-perselisihan yang terjadi dalam filsafatbukan tempat ideal
bagi persemaian pengetahuan dan peluang-peluang kemunculuan intelektual. Atas
dasar ini al-Razi memilih pemikiran bebas sebagai jalan pengetahuannya daripada
konsesus. Pemikiran bebas dijadikan sebagai kunci pembebasan jiwa. Degan tegas
ia menyatakan bahwa manusia mampu berfikir sendiri, mereka tidak membutuhkan
pemimpin atau pembimbing untuk menunjukan kepada mereka jalan kehidupan. Dan
saat ditanya bagaimana sikap filsafat terhadap iman dalam kasus agama dan
wahyu, al –Razi menjawab bagaimana mungkin seseorang dapat berfikir secara
filosofis sedang ia mengikatkan diri pada cerita-cerita kuno yang ditegakkan
atas dasar kontradiksi, kebodohan yang membandel dan dogmatis.
Filsafatnya
terkenal dengan doktrin lima yang kekal: Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama,
Ruang Absolut dan Zaman Absolut, dalam bahasa arab:
الْبَارِي
تـَعَالى وَالنَّفْسُ الكُلّيّةُ وَالهَيُوْلاَ الأوْلى وَالمَكَانُ المُطْلَقُ
وَالزَّمَانُ المُطْلَقُ
Mengenai
yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu
antara al-dhar (الدهر duration) dan al-waqt(الوقت time). Yang pertama kekal dalam arti tidak
bermula dan tidak berakhir, dan yang kedua disifati oleh angka. Bagi benda
(being) kelima hal ini ada :
a.
Materi:
merupakan apa yang ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
b. Ruang:
karena materi mengambil tempat.
c.
Zaman:
karena materi berubah-ubah keadaannya.
d. Di antara
benda-benda ada yang hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Dan di antara
yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang
teratur.
e. Semua ini perlu pada pencipta yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
Dua dari
yang Lima Kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan roh. Satu dari padanya tidak
hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak
pula pasif, ruang dan masa. Sistematika filsafat lima kekal Ar-Razi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Al-Bari
Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent). Allah maha pencipta
dan pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah bukan dari tidak ada
(creatio ex nihilo), tetapi dari bahan yang telah ada. Oleh karena itu,
menurutnya alam semesta tidak kadim, meskipun materi asalnya kadim, sebab arti
penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Timbulnya
doktrin adanya yang kekal selain Allah, dalam filsafat Al-Razi ini agaknya
disebabkan filsafat adanya Allah yang merupakan sumber yang Esa yang tetap.
Namun demikian, kekalnya yang lain tidak sama dengan kekalnya Allah.
2. An-Nafs
al-kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda’ al-qadim
ats-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependent. An-Nafs
al-kulliyyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai naluri untuk bersatu
dengan al-hayula al-ula, an-nafs al-kulliyyah memiliki zat yang berbentuk
sehingga bisa menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam
semesta, termasuk badan manusia. Ketika masuk benda-benda itulah, Allah
menciptakan roh untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana jiwa
(parsial) melampiaskan kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena
pada kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang
terlena dalam fisik tersebut.
3. Al-Hayula
al-ula (materi pertama): tidak hidup dan tidak pasif. Al-Hayula al-ula adalah
substansi yang kekal yang terdiri atas dzarrar, dzarat (atom-atom). Setiap atom
terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volum juga akan terpecah dalam bentuk
atom-atom. Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang
menjadi substansi udara dan yang lebih renggang menjadi api. Al-Hayula al-ula:
kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan
Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang
sangat sederhana dan mudah.
4. Al-makan
al-muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang kekal
membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ‘tempat’ yang sesuai. Ada dua macam
ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular
terbatas, sesuai dengan keterbatasan maujud yang menempatinya. Adapun ruang
universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa saja terjadi
kehampaan tanpa maujud.
5. Az-zaman
al-muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada
dua: relatif terbatas yang bisa disebut al-waqt dan zaman universal yang biasa
disebut ad-dahr. Yang terakhir ini tidak terikat pada gerakan alam semesta dan
falak atau benda-benda angkasa raya.
Menurut
al-razi Tuhan pada mulanya tidak berniat membuat alam ini. tetapi pada suatu
ketika roh tertarik pada materi pertama, bermain dengan materi pertama itu,
tetapi materi pertama berontak. Tuhan datang menolong roh dengan membentuk alam
ini dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi di
dalamnya. Tuhan mewujudkan manusia dan didalamnya roh mengambil tempat. Terikat
pada materi, roh lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangannya yang sebenarnya
bukan terletak dalam persatuan dengan materi tetapi dalam melepaskan diri dari
materi. Oleh karena itu, Tuhan mewujudkan akal dari dzat Tuhan sendiri. Tugas
akal adalah untuk menyadarkan manusia yang telah terpedaya oleh kesenangan
materi, bahwa alam materi ini bukanlah alam yang sebenarnya.
Akal
merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai
cahaya (nur) dalam hati. Cahaya ini, menurut Al-Razi, bersumber langsung dari
Allah, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya.
Al-Razi
dikenal sebagai rasionalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Allah yang
terbesar untuk manusia. Dengan akal, manusia bias memperoleh manfaat
sebanyak-banyaknya, bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oleh
sebab itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya, tetapi harus
memberikan kebebasan padanya. Kendatipun demikian, Al-Razi tidak berati seorang
atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
Demikian
diantara ungkapan Al-Razi yang dinilai telah menyimpang dari agama. Tuduhan ini
jelas akan membawa rusaknya reputasi Al-Razi. Bahkan, Harun Nasution
menyimpulkan dari gagasan-gagasan Al-Razi tersebut, yakni a. tidak percaya pada
wahyu, b. al-quran bukan mukjizat, c. tidak percaya pada nabi-nabi, d. adanya
hal-hal yang kekal selain Allah.
Lebih dalam
lagi, Badawi menerangkan alasan Al-Razi dalam menolak kenabian sebagai berikut
:
- Akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan yang tidak. Dengan akal saja manusia mampu mengetahui Allah dan mengatur kehidupannya dengan sebaik-baiknya.
- Tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan pendidikan.
- Para nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.
Kemudian
Al-Razi juga mengkritik agama secara umum. Ia juga menjelaskan kontradiksi
yahudi, Kristen, mani, dan majuzi secra rinci. Bahkan lebih lanjut ia katakan
tidaklah masuk akal Allah mengutus para nabi sebab mereka menimbulkan
kemudratan, ia juga mengkritik secara sistematik kitab-kitab wahyu al-quran dan
injil. Ia menolak kemukjizatan al-quran, baik gayanya maupun isinya dan menegaskan
bahwa adalah mungkin menulis kitab yang lebih baik dalam gaya yang lebih baik.
Ia lebih suka membaca buku-buku ilmiah dari pada al-quran. Atas dasar itulah
badawi mengatakan bahwa Al-Razi sangaat berani, tidak seorang pemikir muslim
pun seberani dia.
Menurut
abdul latif Muhammad al-‘abd bahwa tuduhan Al-Razi tidak mempercayai kenabian
didasarksn pada buku makhariq al-anbiya’. Buku ini sering dibaca dalam
pengajian kaum zindik, terutama qaramithah. Bagian dari buku ini terdapat dalam
buku a’lam al-nubuwwah karya abu hatim Al-Razi, yang tidak pernah diketemukan.
Oleh karena itu, kebenarannya diragukan. Andaikan buku-buku itu ada tentu saja
tidak bertentangan dengan buku-buku Al-Razi sendiri seperti al-thibb al-ruhani,
al-sirath al falsafiyyah.
Dalam buku
al-thibb ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa Al-Razi mengingkari kenabian
atau agama, bahkan sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama dan
berpegang teguh kepadanya agar mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa surga
dan mendapatkan keuntungan berupa ridho Allah.
Manusia yang
utama dan yang melaksanakan syariah secara sempurna, tidak perlu takut terhadap
kematian. Hal ini disebabkan syariah telah menjanjikan kemenangan dan
kelapangan serta (menjanjikan) bisa mencapai kenikmatan abadi. Bahkan ia dalam
buku-bukunya sering menulis sholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai
penghormatannya kepada beliau, dan ia juga mewajibkan untuk memuliakan para
nabi sebab mereka adalah manusia pilihan yang memiliki pribadi mulia.
Berdasarkan uraian diatas sulit diterima bahwa orang yang menghargai agama
dicap mulhid bahkan kafir.
Memang,
Al-Razi memberi perhatian dan kepercayaan yang cukup besar kepada akal.
Indikasi kearah ini dapat dilihat bahwa ia menulis tentang akal pada bab
tersendiri dalam bukunya al-tibb al-ruhani. Namun, tidak sampai ia meletakkan
wahyu dibawah akal, apalagi tidak percaya pada wahyu.
Namun Harun
Nasution yang dalam bukunya memuat ketidakpercayaan Al-Razi kepada kenabian,
agama dan wahyu. Namun setelah ia membaca buku-buku Al-Razi, seperti al-thibb
al-ruhani dan lainnya yang Sirajuddin Zar sodorkan saat itu (1989), ia
mengatakan bahwa saat menulis buku filsafat dan mistisisme dalam islam yang
memuat ketidakpercayaan Al-Razi kepada kenabian, agama, dan wahyu karena belum
menemukan buku-buku karya Al-Razi, beliau menganjurkan jika menulis tentang
Al-Razi untuk menggunakan buku seperti al-tibb al-ruhani. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa tidak benar tuduhan kepada al-razi, dan Al-Razi
merupakan intelektual muslim yang percaya pada Tuhan, Nabi, dan Wahyu.
Al-Razi
adalah filosof yang hidup ketika manusia saat itu mendewa-dewakan akal.
Keterlibatan Al-Razi dalam filsafat telah banyak mengilhami para pemikir lain,
termasuk filosof yang sezaman dengan beliau. Keistimewaan filsafat Al-Razi
disbanding filosof lain sebenarnya terletak pada penekanan aspek rasionalitas,
terutama doktrinnya yang bombastis tentang lima kekekalan yaitu tuhan, ruh
universal, materi pertama, ruang mutlak. Kelima ini merupakan landasan ajaran
filsafatnya. Kaum Mu’tazilah sekalipun yang dianggap sebagai paling rasional,
ternyata Al-Razi ini jauh lebih rasional.
Agama dan
urusan sosial lainnya yang ditafsirkan oleh Al-Razi secara rasional ini, telah
banyak mempengaruhi para pemikir lain bahkan sekaligus menjadi “musuh” bagi
Al-Razi sendiri. Ada beberapa tokoh pada saat itu yang kontra dengan Al-Razi,
diantaranya :
1. Abu Al-Qasim
Al-Balkhi, pimpinan kaum Mu’tazilah di bagdad (319H/931M) yang hidup semasa
dengan Al-Razi ia banyak menulis
penolakan terhadap buku-buku Al-Razi, terutama buku ilm al-Ilahi.ia berbeda
dengan Al-Razi terutama tentang waktu.
2. Syuhaid Ibn
Al-Husain Al-Balkhi, adalah tokoh yang memiliki banyak perbedaan pendapat
dengan Al-Razi, terutama teori tentang kesenangan. Teori tentang kesenangan ini
diterangkan dalam kitab Tafdzil Ladzdzat An-Nafs, yang disarikan kembali oleh
Abu Sulaiman al-Mantiqi al-Sajistani dalam Siwan Al-Hikmah.
3. Abu hatim
Al-Razi adalah lawan paling penting sekaligus sebagai ahli dakwah ismai’liyah
terbesar. Ia salah satu tokoh yang
propagandis yang dengan terang-terangan menentang pemikiran Al-Razi serta
menyampaikan kritiknya dalam kitab terkenal A’lam An-Nubuwah. Kita patut berterima kasih pada buku ini
karena berkatjasanya pendapat-pendapat Al-Razi tentang kenabian dan agama dapat
kita nikmati.
4. Ibn Tammar,
menurut Kraus mungkin adalah Abu Bakr Husain At-Tamar, tabib yang mempunyai
beberapa perbedaan dengan Al-Razi sebagaimana dilaporkan oleh Abu Hatim Al-Razi
dalam A’lam An-Nubuwah. Ibn Tammar menolak tulisan Al-Razi tentang Attib
al-Ruhani.
5. Mereka yang
kita kenal dari judul buku yang di tulis ole Al-Razi :
a.
Al-Mis’mai,
seorang mutakalimin yang menulis untuk menentang kaum materialis, dan terhadap
mereka Al-Razi menulis sebuah risalah.
b. Jarir,
seorang dokter yang berteori tentang makan mulbe hitam setelah air labu.
c.
Al-Hasan Ibn
Mubarik Al-Ummi, kepadanya Al-Razi menulis dua buah surat.
d. Al-Kayyal,
seorang mutakalimin, yang terhadap teorinya tentang imam menulis sebuah kitab.
e.
Mansur Ibn
Tolhah yang menulis buku tentang kemaujudan yang ditolak oleh Al-Razi, Muhammad
Ibn Laith Al-Rasai’il yang ditulisnya terhadap ahli kimia, dijawab oleh
Al-Razi.
Ahmad Ibnu Thayyib al-Sharaskhi
adalah senior Al-Razi. Al-Razi menolaknya atas masalah rasa pahit; Al-Razi juga
menolak gurunya yaitu Ya’qub Ibnu Ishaq al-kindi, yang telah menulis sanggahan
terhadap ahli-ahli kimia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar