Selasa, 27 Desember 2016

Filsafat Ar-Razi





1.     Biografi Ar-Razi
Al-Razi adalah filosof muslim terkemuka yang muncul sesudah Al-Kindi, nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas, (250-313 H/864-925). Al-Razi dilahirkan di Rayy yang merupakan bagian selatan kota Teheran Iran yaitu pada hari pertama bulan sya’ban sekitar tahun 250 H/864 M. Di kota Ray ini ia belajar kedokteran kepada Ali ibn Rabban al-Thabari (192-240 H/808-855 M), belajar filsafat kepada Al-Balkhi, seorang yang senang mengembara, menguasai filsafat, dan ilmu-ilmu kuno. Ia juga belajar matematika, astronomi, sastra, dan kimia.
Sepanjang abad pertengahan ia merupakan dokter terbesar pada zamannya, Sebagian dari riwayat bahkan menyebutnya sebagai dokter pertama yang mengunakan kimia dalam tradisi pengobatan. Pada tradisi tersebut beliau sangat mahir dalam mengolah dan meracik obat dengan ilmu kimia yang dimilikinya. dan orang-orang barat memanggilnya dengan sebutan “Rhazes”.
Propesi yang pernah ditekuni pada masa mudanya ialah menjadi tukang intan (Baihaqi), penukar uang (ibn abi Usaibi’ah), dan pemain musik kecapi (ibn Juljul, Sa’id, ibn Khalikan, Usaibi’ah, al-Safadi) yang pertama meninggalkan musik untuk belajar alkimia. Selain al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin al-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya).
Al-Razi berdomisili di Iran, yang sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, sejak lama sudah dikenal dengan sejarah peradaban manusia. Kota ini merupakan tempat bertemunya berbagai peradaban, terutama peradaban Yunani dan Persia. Oleh karena itu tidak mengherankan kota-kota di Persia (Iran) ini telah mengenal peradaban yang tinggi sebelum bangsa Arab mengenalnya. Agaknya suasana lingkungan ini termasuk yang mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual. Disiplin ilmu Ar-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran dan filsafat. Ia lebih dkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibandingkan sebagai seorang filosof.
Pada masa Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn As’ad sebagai Gubernur Ray, Al-Razi diserahi kepercayaan memimpin rumah sakit selama enam tahun (290-296 H). Pada masa ini juga Ar-Razi menulis buku al-Thibb al-Mansuri yang dipersembahkan kepada Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad. Dari Ray kemudian Ar-Razi pergi ke Baghdad, dan atas permintaan Khalifah Al-Muktafi (289-295 H), yang berkuasa pada waktu itu, ia memimpin lembaga ilmiah dan rumah sakit Maristan di Baghdad.
Karangannya yang terkenal ialah “ Tentang Cacar dan Campak” yang di terjemahkan dalam berbagai bahasa di Eropa. Sepulangnya dari Bagdad, ia kembali ke Rayy dan disana ia mempunyai banyak murid. Sebagai mana yang di tuturkan al- Nadim dalam Fihrist, bahwa al-Razi kemudian menjadi syekh  “dengan kepala besar menyerupai karung” yang di kelilingi oleh banyak murid. Al- Razi adalah orang yang murah hati, sayang pada pasien-pasiennya, dermawan kepada orang-orang miskin, karena itu ia memberikan pengobatan sepenuhnya tanpa meminta bayaran sedikitpun.
 Kemasyhuran Al-Razi sebagai seorang dokter tidak saja di dunia Timur, tetapi juga di Barat; ia kadang dijuluki The Arabic Galen.Jika tidak bersama murid dan pasiennya, ia selalu menghabiskan waktunya untuk menulis dan belajar. Mungkin ini yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya ia menjadi buta. Ada yang mengatakan sebab kebutaanya karena banyak makan buncis (Baqilah). Penyakitnya bermula dari rabun  dan akhirnya menjadi buta sama sekali. Ia pun menolak untuk di obati. Dan mengatakan bahwa pengobatan itu akan sia-sia belaka, karena sebentar lagi ia akan meninggal dunia. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 M.
2.     Karya-karya Al-Razi
Buku-buku al-Razi sangat banyak. Dia sendiri mempersiapkan katalog untuk buku-buku yang ditulisnya, dan kemudian diproduksi oleh ibn al-Nadim. Yang kita temukan 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu maqalah. Jumlah seluruhnya 148 buah. Ibnu Abi Usaibi’ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa diantaranya tidak jelas pengarangnya. Salah satu diantaranya adalah al-Hawi (buku menyeluruh) yang terdiri dari 20 jilid. Karya ini lebih dianggap sebagai buku induk dalam bidang kedokteran. Agaknya “al-Hawi”-lah yang merupakan karyanya yang terbesar dan meluas sesuai dengan namanya. Buku ini pula dianggap intisari ilmu-ilmu Yunani, Syiria dan Arab.
Menurut Al-Biruni, ada sekitar dua puluh satu karya Ar-Razi tentang alkemi, yang terbesar diantaranya adalah Sirr Al-Asrar. Sesuai dengan semangat Al-Razi anti hermetis, rahasia-rahasia disini bukan misteri-misteri mistik, tetapi rahasia-rahasia keahlian seorang alkemis (ahli alkemi), yang dengan bebas dipaparkan Ar-Razi dalam pembahasannya mengenai bahan-bahan, perangkat-perangkat, dan metode-metode alkemi itu. Tujuannya adalah meretas batas-batas yang memilahkan satu bentuk substansi dari substansi lainnya, dengan menggunakan substansi kuat yang akan menembus dan mengubah unsur dasar, dengan menambahkan dan menghilangkan sifat-sifat spesifik, mengubah logam dasar menjadi emas atau batu menjadi permata. Akan tetapi Al-Razi juga menggunakan sebagian dari preparat dalam praktik kedokterannya; dan metode-metodenya sebagai seorang alkemis lebih bernuansa ilmu bedah dari pada klenik atau sihir.
Buku-buku tersebut dikelompokkan sebagai berikut: (a) ilmu kedokteran; (b) ilmu fisika; (c) logika; (d) matematika dan astronomi; (e) komentar, ringkasan, dan ikhtisar; (f) filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis; (g) metafisika; (h) teologi; (i) ateisme; (k) campuran.
Diantara buku Al-Razi yang dapat disebutkan disini, sebagai berikut:
1.      ­Al-Asrar, bahasan bidang kimia yang pernah diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Greard Of Cremon.
2.      Al-Hawi, Ensiklopedi kedokteran yang masih dipakai sampai abad ke-16 di Eropa, diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Continens.
3.      Al-Mansuri Liber Al-Mansori, sepuluh jilid doktrin kedokteran.
4.      Al-jidar Wa Al-Hasbah, analis penyakit campak dan cacar.
5.      Al-Thibb Al-Ruhani, pemikiran komprehensif Filsafat.
6.      Sirah Al-Falsafiyah, karangan soal  sejarah filsafat.
7.      Amarah Iqbal Al-Daulah
8.      Kitab Al-Ladzdzah
9.      Kitab Al-Ilmu Al-Ilahi
10.  Maqolah Fi Ma Ba’dah
3.     Pemikiran Filsafat Al-Razi
Al-Razi adalah seorang rasionalis murni yang menitik-tolakan seluruh pemikiran dan kecenderungannya kepada kemampuan rasionalnya. Dalam setiap momen dalam belajar, Al-Razi selalu mengingatkan murid-muridnya untuk tidak melecehkan peran fungsi akal. Hal ini diyakini oleh Al-Razi bahwa akal merupakan alat penentu, pusat pengendali, dan perintah kepada manusia menuju kebaikan.
Al-Razi memiliki kecenderungan empiris dalam memandang keseluruhan filsafat. Studi klinis kedokteran membantu Al-Razi dalam menentukan metode yang kuat untuk dijadikan pemikiran filsafat secara keseluruhan. Melalui studi klinis al-Razi mencoba untuk berpijak pada metode observasi dan eksperimen dalam Filsafat.  Hampir seluruh pemikirannya tercurah langsung dalam lapangan praktik disiplin kedoteran, dan sebagian kalangan menilai Al-Razi sebagai sosok yang kurang tekun dalam mencermati problem filosofis. Namun demikian, filsafat Al-Razi cukup Aristotelian dan hal ini terbuktidalam pandangannya tentang jiwa sebagai substansi dan akal sebagai piranti jiwa yang pernah dilontarkan. Meskipun al-Razi menjunjung tinggi  jiwa substansial non jasmani dan penciptaannya, al-Razi adalah tokoh yang paling berani menentang filosof islam awal. Menurutnya untuk menjadi seorang flosof, seseorang tidak harus masuk kedalam sekte atau madzhab tertentu dan tidak perlu berlebihan dalam mencontoh tindakan dan gagasan si pemimpin sekte atau madzhab tersebut.
Al-Razi melihat perselisihan-perselisihan yang terjadi dalam filsafatbukan tempat ideal bagi persemaian pengetahuan dan peluang-peluang kemunculuan intelektual. Atas dasar ini al-Razi memilih pemikiran bebas sebagai jalan pengetahuannya daripada konsesus. Pemikiran bebas dijadikan sebagai kunci pembebasan jiwa. Degan tegas ia menyatakan bahwa manusia mampu berfikir sendiri, mereka tidak membutuhkan pemimpin atau pembimbing untuk menunjukan kepada mereka jalan kehidupan. Dan saat ditanya bagaimana sikap filsafat terhadap iman dalam kasus agama dan wahyu, al –Razi menjawab bagaimana mungkin seseorang dapat berfikir secara filosofis sedang ia mengikatkan diri pada cerita-cerita kuno yang ditegakkan atas dasar kontradiksi, kebodohan yang membandel dan dogmatis.
4.     Filsafat lima kekal (Al-khomsah Al-Qudama)
Filsafatnya terkenal dengan doktrin lima yang kekal: Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang Absolut dan Zaman Absolut, dalam bahasa arab:
الْبَارِي تـَعَالى وَالنَّفْسُ الكُلّيّةُ وَالهَيُوْلاَ الأوْلى وَالمَكَانُ المُطْلَقُ وَالزَّمَانُ المُطْلَقُ
Mengenai yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu antara al-dhar (الدهر duration) dan al-waqt(الوقت time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir, dan yang kedua disifati oleh angka. Bagi benda (being) kelima hal ini ada :
a.       Materi: merupakan apa yang ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
b.      Ruang: karena materi mengambil tempat.
c.       Zaman: karena materi berubah-ubah keadaannya.
d.      Di antara benda-benda ada yang hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Dan di antara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang teratur.
e.    Semua ini perlu pada pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.

Dua dari yang Lima Kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan roh. Satu dari padanya tidak hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, ruang dan masa. Sistematika filsafat lima kekal Ar-Razi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Al-Bari Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent). Allah maha pencipta dan pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah bukan dari tidak ada (creatio ex nihilo), tetapi dari bahan yang telah ada. Oleh karena itu, menurutnya alam semesta tidak kadim, meskipun materi asalnya kadim, sebab arti penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Timbulnya doktrin adanya yang kekal selain Allah, dalam filsafat Al-Razi ini agaknya disebabkan filsafat adanya Allah yang merupakan sumber yang Esa yang tetap. Namun demikian, kekalnya yang lain tidak sama dengan kekalnya Allah.
2. An-Nafs al-kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda’ al-qadim ats-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependent. An-Nafs al-kulliyyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai naluri untuk bersatu dengan al-hayula al-ula, an-nafs al-kulliyyah memiliki zat yang berbentuk sehingga bisa menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk badan manusia. Ketika masuk benda-benda itulah, Allah menciptakan roh untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena pada kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik tersebut.
3. Al-Hayula al-ula (materi pertama): tidak hidup dan tidak pasif. Al-Hayula al-ula adalah substansi yang kekal yang terdiri atas dzarrar, dzarat (atom-atom). Setiap atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volum juga akan terpecah dalam bentuk atom-atom. Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi udara dan yang lebih renggang menjadi api. Al-Hayula al-ula: kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat sederhana dan mudah.
4. Al-makan al-muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ‘tempat’ yang sesuai. Ada dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas, sesuai dengan keterbatasan maujud yang menempatinya. Adapun ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa saja terjadi kehampaan tanpa maujud.
5. Az-zaman al-muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua: relatif terbatas yang bisa disebut al-waqt dan zaman universal yang biasa disebut ad-dahr. Yang terakhir ini tidak terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.
5.     Roh dan Materi
Menurut al-razi Tuhan pada mulanya tidak berniat membuat alam ini. tetapi pada suatu ketika roh tertarik pada materi pertama, bermain dengan materi pertama itu, tetapi materi pertama berontak. Tuhan datang menolong roh dengan membentuk alam ini dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi di dalamnya. Tuhan mewujudkan manusia dan didalamnya roh mengambil tempat. Terikat pada materi, roh lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangannya yang sebenarnya bukan terletak dalam persatuan dengan materi tetapi dalam melepaskan diri dari materi. Oleh karena itu, Tuhan mewujudkan akal dari dzat Tuhan sendiri. Tugas akal adalah untuk menyadarkan manusia yang telah terpedaya oleh kesenangan materi, bahwa alam materi ini bukanlah alam yang sebenarnya.
6.     Akal, Kenabian, dan Wahyu

Akal merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai cahaya (nur) dalam hati. Cahaya ini, menurut Al-Razi, bersumber langsung dari Allah, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya.
Al-Razi dikenal sebagai rasionalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal, manusia bias memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya, tetapi harus memberikan kebebasan padanya. Kendatipun demikian, Al-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
Demikian diantara ungkapan Al-Razi yang dinilai telah menyimpang dari agama. Tuduhan ini jelas akan membawa rusaknya reputasi Al-Razi. Bahkan, Harun Nasution menyimpulkan dari gagasan-gagasan Al-Razi tersebut, yakni a. tidak percaya pada wahyu, b. al-quran bukan mukjizat, c. tidak percaya pada nabi-nabi, d. adanya hal-hal yang kekal selain Allah.
Lebih dalam lagi, Badawi menerangkan alasan Al-Razi dalam menolak kenabian sebagai berikut :
  1. Akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan yang tidak. Dengan akal saja manusia mampu mengetahui Allah dan mengatur kehidupannya dengan sebaik-baiknya.
  2. Tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan pendidikan.
  3. Para nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.
Kemudian Al-Razi juga mengkritik agama secara umum. Ia juga menjelaskan kontradiksi yahudi, Kristen, mani, dan majuzi secra rinci. Bahkan lebih lanjut ia katakan tidaklah masuk akal Allah mengutus para nabi sebab mereka menimbulkan kemudratan, ia juga mengkritik secara sistematik kitab-kitab wahyu al-quran dan injil. Ia menolak kemukjizatan al-quran, baik gayanya maupun isinya dan menegaskan bahwa adalah mungkin menulis kitab yang lebih baik dalam gaya yang lebih baik. Ia lebih suka membaca buku-buku ilmiah dari pada al-quran. Atas dasar itulah badawi mengatakan bahwa Al-Razi sangaat berani, tidak seorang pemikir muslim pun seberani dia.
Menurut abdul latif Muhammad al-‘abd bahwa tuduhan Al-Razi tidak mempercayai kenabian didasarksn pada buku makhariq al-anbiya’. Buku ini sering dibaca dalam pengajian kaum zindik, terutama qaramithah. Bagian dari buku ini terdapat dalam buku a’lam al-nubuwwah karya abu hatim Al-Razi, yang tidak pernah diketemukan. Oleh karena itu, kebenarannya diragukan. Andaikan buku-buku itu ada tentu saja tidak bertentangan dengan buku-buku Al-Razi sendiri seperti al-thibb al-ruhani, al-sirath al falsafiyyah.
Dalam buku al-thibb ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa Al-Razi mengingkari kenabian atau agama, bahkan sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama dan berpegang teguh kepadanya agar mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa surga dan mendapatkan keuntungan berupa ridho Allah.
Manusia yang utama dan yang melaksanakan syariah secara sempurna, tidak perlu takut terhadap kematian. Hal ini disebabkan syariah telah menjanjikan kemenangan dan kelapangan serta (menjanjikan) bisa mencapai kenikmatan abadi. Bahkan ia dalam buku-bukunya sering menulis sholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai penghormatannya kepada beliau, dan ia juga mewajibkan untuk memuliakan para nabi sebab mereka adalah manusia pilihan yang memiliki pribadi mulia. Berdasarkan uraian diatas sulit diterima bahwa orang yang menghargai agama dicap mulhid bahkan kafir.
Memang, Al-Razi memberi perhatian dan kepercayaan yang cukup besar kepada akal. Indikasi kearah ini dapat dilihat bahwa ia menulis tentang akal pada bab tersendiri dalam bukunya al-tibb al-ruhani. Namun, tidak sampai ia meletakkan wahyu dibawah akal, apalagi tidak percaya pada wahyu.
Namun Harun Nasution yang dalam bukunya memuat ketidakpercayaan Al-Razi kepada kenabian, agama dan wahyu. Namun setelah ia membaca buku-buku Al-Razi, seperti al-thibb al-ruhani dan lainnya yang Sirajuddin Zar sodorkan saat itu (1989), ia mengatakan bahwa saat menulis buku filsafat dan mistisisme dalam islam yang memuat ketidakpercayaan Al-Razi kepada kenabian, agama, dan wahyu karena belum menemukan buku-buku karya Al-Razi, beliau menganjurkan jika menulis tentang Al-Razi untuk menggunakan buku seperti al-tibb al-ruhani. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak benar tuduhan kepada al-razi, dan Al-Razi merupakan intelektual muslim yang percaya pada Tuhan, Nabi, dan Wahyu.
7.     Pengaruh Pemikiran Al-Razi
Al-Razi adalah filosof yang hidup ketika manusia saat itu mendewa-dewakan akal. Keterlibatan Al-Razi dalam filsafat telah banyak mengilhami para pemikir lain, termasuk filosof yang sezaman dengan beliau. Keistimewaan filsafat Al-Razi disbanding filosof lain sebenarnya terletak pada penekanan aspek rasionalitas, terutama doktrinnya yang bombastis tentang lima kekekalan yaitu tuhan, ruh universal, materi pertama, ruang mutlak. Kelima ini merupakan landasan ajaran filsafatnya. Kaum Mu’tazilah sekalipun yang dianggap sebagai paling rasional, ternyata Al-Razi ini jauh lebih rasional.
Agama dan urusan sosial lainnya yang ditafsirkan oleh Al-Razi secara rasional ini, telah banyak mempengaruhi para pemikir lain bahkan sekaligus menjadi “musuh” bagi Al-Razi sendiri. Ada beberapa tokoh pada saat itu yang kontra dengan Al-Razi, diantaranya :
1.      Abu Al-Qasim Al-Balkhi, pimpinan kaum Mu’tazilah di bagdad (319H/931M) yang hidup semasa dengan Al-Razi  ia banyak menulis penolakan terhadap buku-buku Al-Razi, terutama buku ilm al-Ilahi.ia berbeda dengan Al-Razi terutama tentang waktu.
2.      Syuhaid Ibn Al-Husain Al-Balkhi, adalah tokoh yang memiliki banyak perbedaan pendapat dengan Al-Razi, terutama teori tentang kesenangan. Teori tentang kesenangan ini diterangkan dalam kitab Tafdzil Ladzdzat An-Nafs, yang disarikan kembali oleh Abu Sulaiman al-Mantiqi al-Sajistani dalam Siwan Al-Hikmah.
3.      Abu hatim Al-Razi adalah lawan paling penting sekaligus sebagai ahli dakwah ismai’liyah terbesar.  Ia salah satu tokoh yang propagandis yang dengan terang-terangan menentang pemikiran Al-Razi serta menyampaikan kritiknya dalam kitab terkenal A’lam An-Nubuwah.  Kita patut berterima kasih pada buku ini karena berkatjasanya pendapat-pendapat Al-Razi tentang kenabian dan agama dapat kita nikmati.
4.      Ibn Tammar, menurut Kraus mungkin adalah Abu Bakr Husain At-Tamar, tabib yang mempunyai beberapa perbedaan dengan Al-Razi sebagaimana dilaporkan oleh Abu Hatim Al-Razi dalam A’lam An-Nubuwah. Ibn Tammar menolak tulisan Al-Razi tentang Attib al-Ruhani.
5.      Mereka yang kita kenal dari judul buku yang di tulis ole Al-Razi :
a.       Al-Mis’mai, seorang mutakalimin yang menulis untuk menentang kaum materialis, dan terhadap mereka Al-Razi menulis sebuah risalah.
b.      Jarir, seorang dokter yang berteori tentang makan mulbe hitam setelah air labu.
c.       Al-Hasan Ibn Mubarik Al-Ummi, kepadanya Al-Razi menulis dua buah surat.
d.      Al-Kayyal, seorang mutakalimin, yang terhadap teorinya tentang imam menulis sebuah kitab.
e.      Mansur Ibn Tolhah yang menulis buku tentang kemaujudan yang ditolak oleh Al-Razi, Muhammad Ibn Laith Al-Rasai’il yang ditulisnya terhadap ahli kimia, dijawab oleh Al-Razi.
Ahmad Ibnu Thayyib al-Sharaskhi adalah senior Al-Razi. Al-Razi menolaknya atas masalah rasa pahit; Al-Razi juga menolak gurunya yaitu Ya’qub Ibnu Ishaq al-kindi, yang telah menulis sanggahan terhadap ahli-ahli kimia.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar