Selasa, 27 Desember 2016

Filsafat Ikhwan Al-Shafa



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-Fm2do5EVdmB6DXce4Jst74t4NALm4EhXGqCXRMrRe5AnaNrTX_Wt9bv1diu8Iicov5DHzaFbAVQ8eeotm9UVfNbjx0lob8NxB_U4tYenzjUnQJQt7qCsXX5zNBMtwpWq5SxNN4pBoAnd/s1600/ikhwan+al+shafa.jpg
.    Biografi Ikhwan Al-shafa
ikhwan al-shafa’ (persaudaraan suci) adalah nama sekelompok pemikir islam yang bergerak secara rahasia dari sekte syi’ah isma’iliyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di basrah. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini ini dipengaruhi oleh taqiyah, karena basis kegiatannya berada di tengah masyarakat mayoritas sunni. Menurut Hana Al-Fakhuri nama ikhwan al-shafa’ diekspresikan dari kisah merpati dalam cerita kahillah wa dunnah yang diterjemahkan ibn Muqafa. (Al- Fakhuri halaman 165 ).

Identitas yang tidak jelas ini di di kemukakan atas informasi dari As-sijistani (w.391 H/1000 M) para pemuka mereka adalah Abu Sulaiman Al-Busti (terkenal dengan gelar Al-muqaddas),Abu Al-Hasan Az-Zanjani,Abu Ahmad An-nahrajuri (alias Al-Mihrazani),Abu Al-hasan Al-Aufi, dan Zaid bin Rita’ah. Kalangan syiah,terutama syi’ah isma’iliyah mengklaim bahwa ikhwan al-shafa adalah kelompok dari kalangan mereka. Kendati identitas mereka tidak jelas karena Risalah ensiklopedis yang mereka hasilkan itu, menurut Abu Hayyan At-Tauhidi (w.414/1023) dan data internal dalam risalah mereka, dapat di simpulkan berasal dari masa antara tahun 347 H/958 M sampai tahun 373 H/983 M atau dari perempat ketiga abad ke-4 H. Pusat kegiatan mereka di kota Basrah, tetapi di baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia itu. (Abdul Aziz Dahlan, 2003 : 192)

Pemikiran mereka sangat layak di kaji karena lebih dari sekedar kajian artifisial,di samping ikhwan sangat di kenal di timur tengah, sebagaimana Hegel, Kant, dan Voltaire yang sangat di kenal di barat. Menyebutkan diri mereka sebagai “orang-orang yang tertidur dalam gua adam” sebagaimana dalam kitabnya Rasa’il yang di ambil dari Al-qur’an dan tujuh orang yang teridur dalam legenda Ephesus, mencerminkan misteri identitas mereka. Pengaruh gagasan Plato,Aristoteles dan terutama, Plotinus, ada dalam filsafat ikhwan. (Dedi supriyadi, 2009 :100)

Pelopor perhimpunan politico-religius ini yang terkenal antara lain Ahmad ibn Abdullah, Abu Sulaiman Muhammad ibn Nashr al-Busti dll. Dalam upaya memperluas gerakan, ikhwan al-shafa’ mengirimkan orang-orangnya ke kota-kota tertentu untuk membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan dan kebenaran, terutama dari orang-orang muda yang masih segar dan cukup berhasrat agar mudah dibentuk. Walaupun demikian kerahasiaan organisasi mereka tetap terjaga,calon anggota perhimpunan ini dituntut keras untuk berpegang teguh satu sama lain dalam mengahadapi segala bahaya dan kesukaran, untuk membantu dan menopang satu sama lain baik dalam perkara duniawi maupun rohani, dan menjaga diri agar tidak bersahabat dengan persaudaraan yang tercela. Dari beberapa buku diantaranya karangan Dr. Hasyimsyah dikatakan bahwa terdapat empat tingkatan anggota, yaitu :
Tingkat I : terdiri dari pemuda cekatan berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat. Mereka ini berstatus murid, maka wajib petuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
Tingkat II : adalah al-ihkwan al-akhyar yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan.
Tingkat III : adalah al-ikhwan al-fudhala al-kiram yang berusia 40-50 tahun. Merupakan tingkat dewasa.Mereka sudah mengetahui namus al-ilahi sebagai tingkat para nabi.
Tingkat IV : adalah tingkat tertinggi setelah sesorang mencapai usia 50 tahun ke atas. Mereka pada tingkat ini sudah mampu memeahami hakikat sesuatu, seperti halnya malaikat, sehingga mereka sudah berada di atas alam realitas.
            Pemikiran mereka sangat layak dikaji karena lebih dari sekedar kajian artifisial. Penyebutan mereka sebagai “orang-orang yang tertidur dalam gua adam” sebagaimana dalamkitab rasail yang diamabil dari al-quran dan tujuh orang yang tertidur dalam legenda Ephesus, mencerminkan misteri identitas mereka. (Dr. Juhaya S. Praja, MA, 2010)
Ikhwan Ash-Shafa’menghasilkan sebagai magnum opus (master piece)-nya yang terhimun ke dalam sebuah kumpulan tulisan yang terdiri 52 Risalah dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji subjek-subjek berspektrum luas yang merentang dari musik sampai sihir. Tekanannya bersifat amat didaktik, sedangkan kandungannya sangat eklektik. Ini memberikan cerminan pedagogis dan kuktural zaman mereka serta beragam filsafat dan kredo masa itu. (Dedi Supriyadi, 2009: 101)
Pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah Zaid ibn Ri’faah(ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah mengahasilkan 52 risalah. Rasail merupakan ensiklopedi popular tentang ilmu dan filsafat yang ada pada waktu itu. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklarifikasikan kepada empat bidang :

a.        14 risalah tentang matematika, mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, teori dan praktek seni, moral dan logika.
b.      17 risalah tentang fisika dan ilmu alam,  meliputi geneologi, minerologi, botani, hidup dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
c.       10 risalah tentang jiwa, meliputi metafisika mahdzab Pytagoreanisme dan kebangkitan alam.
d.      11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan tuhan, keyakinan ikhwan al-shafa’, kenabian dan keadaannya, tindalkan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan tuhan dan magic.  ( Drs. Hasan Basri M. Ag dan Zaenal Mufti )


   B. Pemikiran Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Menurut Majid Fakhry, 2001 dalam bukunya mengenai sejarah filsafat islam menyatakan bahwa golongan Ikhwan Al-Shafa’ adalah golongan dalam filsafat yang menyatakan bahwa filsafat itu bertingkat-tingkat, yaitu :
Pertama : cinta ilmu
Kedua : mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia.
Ketiga : berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu.
Mengenai lapangan filsafat, dikatakannya ada 4 yaiatu :
a.       Matematika
b.      Logika
c.       Fisika
d.      Ilmu ketuhanan. Ilmu ini mempunyai emapat bagian :
1.      Mengeanai tuhan
2.      Ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat tuhan
3.      Ilmu kejiwaan, yaitu mengenai ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang ada pada benda-benda alam.
4.      Ilmu politik, yaitu politik kenabian, politik pemerintahan, politik umum, politik khusus(rumah tangga) dan lain-lain.
Dapatlah disimpulkan bahwa golongan ikhwan al-shafa tidak membagi filsafat amalan, melainkan bagian amalan ini keseluruhannya dimasukkan dalam bagian ketuhanan.Disamping itu mereka juga memasukkan politik kenabian dan ilmu keakhiratan pada pertikel-partikel yang baru
Di samping itu, Ikhwan Al- Shafa’ juga memadukan agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti Kristen, majusi, yahudi dan lain-lain. Karena menurut mereka tujuan agama adalah sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Menurut ikhwan perbedaan-perbedaan keagamaan ikhwan bersumber dari faktor-faktor yang kebetulan seperti ras, tempat tinggal, atau keadaan zaman dan dalam beberapa kasus juga faktor tempramen dan sususnan personal. Karena itu agama gabungan yang mereka maksud akan menjadi pegangan dalam Negara yang mereka impikan.
Lebih jelasnya ada beberapa pemikiran filsafat dari Ikhwan Al-shafa sebagai berikut:

1.      Talfiq (Pemaduan Filsafat dan Agama)
Ikhwan Al-Shafa berusaha memadukan atau rekonsiliasi (talfiq) agama dengan filsafat dan juga agama dengan agama-agama yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syari’at telah di kotori dengn berbagai macam kejahilan dan di lumuri dengan berbagaimacam kesesatan. Satu-satunya jalan untuk membersihkannya adalah filsafat. Kemudian mereka mengklaim bahwa apabila di pertemukan antara filsafat yunani dan syari’at arab, maka akan menghasilkan kesempurnaan.

Sebenarnya pendapat mereka untuk mempergunakan ta’wil dalam memahami ayat al-qur’an yang mutashabih merupakan pendapat yang sama dikalangan para filsuf. Menurut filsuf agama adalah tepat untuk melambangkan secara inderawi agar mudah dipahami oleh kaum awam. Jika tidak demikian,tentu banyak ajaran agama yang mereka tolak kerena mereka tidak memahami isinya. (al-kidzb li mashlahah al-nas)

     Menurut Dr. Hasyimsyah dalam bukunya filsafat ilmu Ikhwan al-shafa’ berusaha memadukan antara agama dengan filsafat dan juga antara agama-agama yang ada.Tampaknya ikhwan al-shafa’ menempatkan filsafat diatas agama.Mereka mengharuskan filsafat menjadi landasan agama yang dipadukan dengan ilmu. Menurut mereka ungkapan al-qur’an yang berkonotasi inderawi dimaksudkan agar cocok dengan tingkatan nalar orang arab badui. Sedangkan bagi yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi diharuskan memakai ta’wil dari pengertian lafzi dan inderawi. (Risail III, 452-3)

2.      Filsafat Metafisika
Adapun tentang ketuhanan mereka melandasi pemikirannya kepada bilangan.Menurut mereka ilmu bilangan adalah lidah yang mempercakapkan tentang tauhid dan meniadakan sifat serta dapat menolak sikap orang yang mengingkari keesaan tuhan. Dengan kata lain, pengetahuantentang angka membawa pengakuan tentang keesaan tuhan, karena apabila angka satu rusak maka rusaklah semuanya. Dengan istilah lain, keutamaan itu terletak pada yang dahulu yakni satu. Karena itu terbuktikah bahwa yang esa (Tuhan) lebih dahulu dari lainnya seperti dahulunya angka satu dari angka lain. (Al- Fakhuri hal 187) 
Tuhan adalah pencipta segala yang ada dengan cara emanasi dan memberi bentuk, tanpa waktu dan tempat, cukup dengan firman-Nya kun fa kana, ia berada pada segala sesuatu tanpa berbaur dan bercampur, tidak ada yang menyerupai dan menyamainya, tetapi ia jadikan fitrah manusia untuk dapat mengenalnya tanpa belajar.
Tentang ilmu tuhan, ikhwan al-shafa’ beranggapan bahwa seluruh pengetahuan berada dalam ilmu tuhan.Berkaiatan dengan penciptaan alam, pemikiran ikhwan al-shafa’ merupakan perpaduan antara pendapat Aristoteles, Plotinus, dan Mutakallimin.Bagi ikhwan al-shafa’ tuhan adalah Pencipta dan Mutlak Esa.Dengan kemauan sendiri tuhan menciptakan akal pertama atau akal aktif.Jadi, secara tidak langsung tuhan berhubungan dengan alam materi sehingga kemurnian tauhid dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Lengakapnya rangkaian proses emanasi itu adalah :
1.      Akal pertama atau akal aktif
2.      Jiwa universal
3.      Materi pertama
4.      Potensi jiwa universal
5.      Materi absolut atau materi kedua
6.      Alam planet-planet
7.      Anasir-anasir alam terendah, yaitu air, udara, tanah, api.
8.      Materi gabungan yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Kedelapan mahiyah di atas bersama dengan zat Allah yang mutlak, sempurnalah jumlah bilangan menjadi Sembilan.Angka Sembilan ini membentuk substansi organic pada tubuh manusia, yaitu tulang, sumsum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut dan kuku.

3.      Filsafat Jiwa
Tentang jiwa manusia bersumber dari jiwa universal.Dalam perkembangan jiwa manusia banyak dipengaruhi oleh materi yang mengitarinya.Agar potensi jiwa itu tidak kecewa dalam perkembangannya, maka jiwa dibantu oleh akal.Pada tingkat ini, manusia sanggup membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk.Setelah oitu disalurkan ke daya ingatan yang terdapat pada otak bagian belakang.Pada tingkat ini seseorang telah mampu menimpan hal-hal yang abstrak yang diterima oleh daya berfikir.Tingakatan terakhir adalah daya berbicara yaitu kemampuan mengungkapkan pikiran dan ingatan itu melalui tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau menuangkannya lewat bahasa tulis kepada pembaca.
Seperti halnya Al-Kindi, Ar-Razi, dan Al-Farabi, Ikhwan al-Shafa’ memandang manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jiwa yang bersifat imateri, dan tubuh yang merupakan campuran dari tanah, air, udara, dan api. Lepas dari masalah sebab keberadaan jiwa dalam tubuh manusia,menurut Ikhwan al-Shafa’, karena berada di dalam tubuh, awalnya tidak mengetahui apa-apa, tetapi memiliki kemampuan untuk menerima pengetahuan secara berangsur-angsur.(Dedi Supriyadi, 2009: 107-108)

4.      Filsafat Moral
Adapun tentang moral, ikhwan al-shafa’ bersifat rasionalistis.Dalam mencapai tingkat moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi.Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai pada ekstase. Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat adalah sia-sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan, rasa syukur, mengutamakan kebajikan, gemar berkorban untuk orang lain kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar, kemunafikan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikikis habis sehingga timbul kesucian persaan, kecintaan yang membara sesama manusia, dan keramahan terhadap alam, binatang liar sekalipun. (Dr. Hasyimsyah Nasution 1998)
Moralitas diperuntukan sebagai pelatihan bagi jiwa agar tetap bersih dan terjaga dari kotoran-kotoran material. Jiwa yang bersih dinilai mampumenangkap kilatan-kilatan cahaya Ilahi dan entitas-entitas yang bercahaya. Semakin bersih jiwa, makin dekat manusia pada pemahaman atas makna-makna yang dikandung kitab suci. Pemahaman atas makna-makna tersebut, pada akhirnya benar-benar membantu manusia untuk mengakui persamaan dan keselarasan antara agama dan tindakan rasional dalam filsafat. Sekali lagi, jika jiwa terpengaruh oleh permintaan ragawi material, semakin sulit menemukan jalan menuju pengethauan. Ikhwan al-Shafa’ menyatakan bahwa pengetahuan apapun yang ditangkap manusia tidak lebih berguna ketimbang pengetahuan diri. Pengetahuan akan diri merupakan pengetahuan utama dalam hubungannya dengan prinsip moralitas. (Hasan Basri, Zaenal Mufti, 2009: 115-116)
5.      Filsafat Angka / Bilangan
Adapun tentng bilangan,ikhwan mengakui nichomacus dan pyhtagoras. Tujuan ikhwan membicarakan bilangan adalah untuk mendemontrasikan bagaimana sifat-sifat bilangan itu menjadi prototife bagi sifat-sifat sesuatu sehingga siapapun yang mendalami bilangan dengan segala hukumnya,sifat dasarnya, jenis-jenisnya sepsis-sepesisnya,dan sifat-sifat khususnya akan memahami kuantitas (jumlah) macam-macam benda yang beraneka, spesis mereka dan kebijaksanaan yang mendasari kuantitas-kuantitas mereka yang khusus serta alasan mengapa mereka tidak lebih dan tidak kurang (Hasyimsyah Nasution,1999 hal 54)
Menurut Ikhwan al-Shafa’, seseorang dapat belajar tentang keesaan Tuhan dengan mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan angka dan mereka menyatakan, “Pythagoras percaya bahwa yang kedua menuntun ke yang pertama. Kendatipun mencurahkan perhatian mereka pada bilangan, ikhwan berusaha menghindarkan diri dari kesalahan utama kaum Pythagoras, seperti dicatat oleh Aristoteles, ketika angka dan hal yang diangkakan dirancukan. Mereka juga menolak gagasan-gagasan Pythagorean tentang perpindahan jiwa (reinkarnasi), dan lebih berpegang teguh pada gagasan bahwa penyucian yang tercapai dalam satu kali kehidupan di bumilah yang dapat memasukkan manusia ke dalam surga. (Dedi Supriyadi, 2010: 105-106)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar