Dari abad xx kegelisahan-kegelisahan tentang Tuhan
sudahbanyak bermunculan bahkan kalangan Ilmuan Barat pada zaman ini bukan hanya
menyimpan kegelisahan mereka dalam benanknya namun pada zaman ini mereka sudah
mengungkapkannya kedalam tulisan yang tentuna lebih serius. Hal ni pernah
dipertanyakan oleh filosof Inggris Francis Bacon (1561-1626). Kemudian
dikembngkankan oleh filosof Prancis, August Comte (1798-1857) yang dikenal
dengan teori positivisme-nya, yang menganggap peran agama dan Tuhan sudah
digantikan oleh kemampuan kreatif manusia. Namun kaum positivis belum
memberikan uraian lebih mendalam tentang bagaimana peran agama dan eksistensi Tuhan.
Kalangan Ilmuan Kontemporer mulai melakukan studi mendalam dengan menggunakan
metodologi komprehensif yang hasilnya sungguh mengesankan, karena tanpa rasa
takut dan beban mereka menuangkan ide-ide segarnya kedalam buku. Mereka amat
berbeda dengan para pendahulunya di abad pertengahan, yang harus menggunakan
bahasa konotatif untuk menjelaskan ide-ide sensitif, seperti mempertanyakan peran
agama dan keberadaan Tuhan.
Di antara karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
1.
The End of Faith oleh Sam
Harris, beliau adalah seorang kandidiat doktor dalam bidang filsafat di
Stanford University, diterbitkan oleh W.W. Norton & Company, New York,
tahun 2005. Yang kemudian menjadi The Best Seller vrsi The New York Times pada
tahunnya. Selama 20 tahun terakhir beilau melakukan studi mendalam tentang
tadisi keagamaan di dunia Timur dan Barat. Sam Harris mencoba menganalisis
adanya kecenderungan paradoks antara logika dan agama dalam dunia moder.
Sebagai seorang yang meimiliki keahlian
neurosciences, beliau menggunakan keahliannya itu untuk memahami dan
merekomendasikan beberapa hal yang
menarik untuk dicermati. Beliau mempertanyakan ekslusivitas agama-agama
yang tergabung di dalam Abrahamic Religion, yakni agama Yahudi, Protestan,
Katolik dan Islam. Sebagai contoh, ketika masing-masing agama ini berbicara
tentang jalan keselamtan, maka sepertinya sulit memberikan pengakuan jalan
keselamatan di luar dirinya.
Kesimpulan Sam Harris setelah mempelajari
ajaran agama anak keturunan Nabi Ibrahim ini, menganggap bahwa agama-agama ini
terancam akan ditinggalkan pemeluknya di era modern, karena doktrin ajaran
agama, semakin banyak yang tidak sejalan dengan logika. Agama yang bisa
bertahan di masa depan ialah agama yang masuk akal dan sejalan dengan logika
universal, hak-hak asasi dan naluri kemanusiaan.
2.
Tomorrow’s God, Our
Greatest spiritual Challange, karya Neale Donald Walschi, penulis buku The Best
Selling Conversation with God. Buku ini memuat pertanyaan bombastis yang
mengajak anak manusia untuk mencari Tuhan baru, karena Tuhan lama dianggap
sudah tidak relevan lagi. “We need a new God. The Old God isn’t working anymore”.
Tuhan yang dikenal selama ini (The Yesterday’s God) mengakibatkan anak manusia
berhadap-hadapan satu sama lain bahkan sampai peperangan yang menimbulkan
banyak korban. Tuhan di masa depan ialah Tuhan yang bisa memberikan sinergitas
kemanusiaan.
3.
The Little Book of Atheist
Spiritualiy, karya Andre Comte-Sponville, seorang filosof kawakan Prancis saat
ini. Beliau pernah menjadi profesor di Universitas Sorbonne, Paris, dan telah
mempersembahkan beberapa karyanya dalam bidang filsafat. Termasuk buku ini yang
diterjemahkan ke dalam belasan bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia dengan
judul “Spiritualitas Agama tanpa Tuhan”.
Berbeda dengan Sam Harris lewat karyanya The
End of Faith yang menggagas adanya sistem ketuhanan tanpa agama, maka Comte-Sponville
menggagas spiritualitas tanpa Tuhan, alias spiritualitas ateis. Comte-Sponvillemngklaim
dirinya ateis namun sebenarnya ia masuk ke dalam ranah teosufi. Pernyatan-pernyataannya bukan hal baru dalam
dunia sufi. Ia berusaha mencari ekspresi baru yang humanis di dalam
menerjemahkan kegelisahan spiritualnya.
4.
Bibliographie du XX Siecle,
Le Testament Philosophique, karya besar Prof. Roger Graudy, seorang folosof
kenamaan di Prancis. Yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh
Prof. H.M. Rasyidi dengan judul “Mencari Agama pada Abad XX”. Dalam buku ini Graudy
membuat sebuah pamflet agama di abad XX. Ia menilai agama-agama di barat gagal
membimbing ilmu pengetahuan sehingga terjadi distrosi antara alam, manusia dan
Tuhan. Agama di abad XX ialah agama yang mamp mengutuhkan hubungan antara alam,
manusia, dan Tuhan. Bagi Graudy, agama di abad XX adalah Islam, karena subtansi
dan inti ajaran Islam ialah hubungan simetri antara ketiga hal tersebut.
Jauh sebelum Graudy, Pof. LW.H. Hull menulis
sebuah buku monumental berjudul History
and Philosophy od Science: An Introduction (1959). Dalam buku ini Hull sudah
memprediksi suatu masa dimana ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan
pembimbing morl bernama agama. Namun agama mana yang akan sanggup membimbing
manusia di abad modern itu sedang dicari di dalam perjelanan sejarah. Hull
mensyaratkan agama yang dapat diterima di masa depan ialah agama yang
menghargai ilmu pengetahuan, hak asasi manusia, realistis dalam arti mengakui
kepentingan kehidupan dunia, tidak melulu asketis, tidak meligitimasi
stratifikasi sosial, dan yang lebih penting ajarannya logis.
Kelompok yang tetap mempertahankan tradisi lamanya tanpa peduli
perkembangan apapun disekitarnya. Di Timur kelompok ini dianggap sebagai
kelompok mainstream dan mayoritas, tetapi di Barat kelompok ini diposisikan
sebagai kelompok sempalan (fringe)
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok yang mengakui
adanya Tuhan tetapi cenderung tidak percaya terhadap institusi dan pranata
agama . mereka percaya adanya Tuhan tapi tak mau terikat dengan tradisi
keagamaan. Mereka berkeyakinan Tuhan hanya satu untuk semua gama, karena itu
bebas untuk mengikuti ritual-ritual kebaktian agama lain.
Kelompok ketiga yaitu ateis, yang memang sudah tidak mau
mengakui adanya Tuhan atau tidak mau pusing apakah Tuhan itu ada atau tiada. Namun
begitu mereka belum bisa disebut sebagai ateis sejati karena mereka masih
percaya terhadap kecenderungan hati nurani dan bagi mereka itu lebih penting
darpada ajaran agama atau sabda Tuhan, yang tidak lain bagi mereka adalah
kamuflase dan legitimasi kepentingan tokoh-tokoh agama.
Kelompok keempat, mengalihkan perhatian dan kegelisahannya
pada nilai-nilai ketimuran, khuusnya nilai-nilai keislaman. Mereka tidk puas
dengan agama yang dianutnya selama ini tetapi mereka tidak berani menjadi
ateis. Ia juga masih percaya adanya Tuhan dan masih mengganggap perlunya agama
berperan di dalam kesidupan, meskipun dalam skala yang terbatas.
Sebuah survei yang di ungkapkan oleh Monsignor Vittorio
Formenti dalam sebuah terbitan resmi vatikan , L’Osservatore Romano, bahwa
sepanjang sejarah baru kali ini posisi agama Katolik digeser kedudukannya
sebagai agama terbesar dunia oleh agama Islam, ini sungguh menarik dan sangat
menggemparkan. Kini jumlah penduduk
muslim mencapai 1,25 miliar atau 19.2% dari total penduduk dunia dan penganut
agama Katolik berjumlah 17,4% dari total penduduk dunia..
Islam di dunia barat berkembang pesat justru ketika Islam sedang banyak dicerca
karena penyerangan kelompok teroris dengan menggunakan baju agama. Ini mengingatkan
kita di abad pertengahan, justru ketika sedang terjadi Perang Salib antara
Timur-Islam melawan Eropa-Kristen, Islam berkembang begitu pesat di Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar