Selasa, 20 Desember 2016

Tuhan di Abad XX

Dari abad xx kegelisahan-kegelisahan tentang Tuhan sudahbanyak bermunculan bahkan kalangan Ilmuan Barat pada zaman ini bukan hanya menyimpan kegelisahan mereka dalam benanknya namun pada zaman ini mereka sudah mengungkapkannya kedalam tulisan yang tentuna lebih serius. Hal ni pernah dipertanyakan oleh filosof Inggris Francis Bacon (1561-1626). Kemudian dikembngkankan oleh filosof Prancis, August Comte (1798-1857) yang dikenal dengan teori positivisme-nya, yang menganggap peran agama dan Tuhan sudah digantikan oleh kemampuan kreatif manusia. Namun kaum positivis belum memberikan uraian lebih mendalam tentang bagaimana peran agama dan eksistensi Tuhan.
Kalangan Ilmuan Kontemporer mulai  melakukan studi mendalam dengan menggunakan metodologi komprehensif yang hasilnya sungguh mengesankan, karena tanpa rasa takut dan beban mereka menuangkan ide-ide segarnya kedalam buku. Mereka amat berbeda dengan para pendahulunya di abad pertengahan, yang harus menggunakan bahasa konotatif untuk menjelaskan ide-ide sensitif, seperti mempertanyakan peran agama dan keberadaan Tuhan.
Di antara karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
1.       The End of Faith oleh Sam Harris, beliau adalah seorang kandidiat doktor dalam bidang filsafat di Stanford University, diterbitkan oleh W.W. Norton & Company, New York, tahun 2005. Yang kemudian menjadi The Best Seller vrsi The New York Times pada tahunnya. Selama 20 tahun terakhir beilau melakukan studi mendalam tentang tadisi keagamaan di dunia Timur dan Barat. Sam Harris mencoba menganalisis adanya kecenderungan paradoks antara logika dan agama dalam dunia moder.
Sebagai seorang yang meimiliki keahlian neurosciences, beliau menggunakan keahliannya itu untuk memahami dan merekomendasikan beberapa hal yang  menarik untuk dicermati. Beliau mempertanyakan ekslusivitas agama-agama yang tergabung di dalam Abrahamic Religion, yakni agama Yahudi, Protestan, Katolik dan Islam. Sebagai contoh, ketika masing-masing agama ini berbicara tentang jalan keselamtan, maka sepertinya sulit memberikan pengakuan jalan keselamatan di luar dirinya.
Kesimpulan Sam Harris setelah mempelajari ajaran agama anak keturunan Nabi Ibrahim ini, menganggap bahwa agama-agama ini terancam akan ditinggalkan pemeluknya di era modern, karena doktrin ajaran agama, semakin banyak yang tidak sejalan dengan logika. Agama yang bisa bertahan di masa depan ialah agama yang masuk akal dan sejalan dengan logika universal, hak-hak asasi dan naluri kemanusiaan.
2.       Tomorrow’s God, Our Greatest spiritual Challange, karya Neale Donald Walschi, penulis buku The Best Selling Conversation with God. Buku ini memuat pertanyaan bombastis yang mengajak anak manusia untuk mencari Tuhan baru, karena Tuhan lama dianggap sudah tidak relevan lagi. “We need a new God. The Old God isn’t working anymore”. Tuhan yang dikenal selama ini (The Yesterday’s God) mengakibatkan anak manusia berhadap-hadapan satu sama lain bahkan sampai peperangan yang menimbulkan banyak korban. Tuhan di masa depan ialah Tuhan yang bisa memberikan sinergitas kemanusiaan.
3.       The Little Book of Atheist Spiritualiy, karya Andre Comte-Sponville, seorang filosof kawakan Prancis saat ini. Beliau pernah menjadi profesor di Universitas Sorbonne, Paris, dan telah mempersembahkan beberapa karyanya dalam bidang filsafat. Termasuk buku ini yang diterjemahkan ke dalam belasan bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia dengan judul “Spiritualitas Agama tanpa Tuhan”.
Berbeda dengan Sam Harris lewat karyanya The End of Faith yang menggagas adanya sistem ketuhanan tanpa agama, maka Comte-Sponville menggagas spiritualitas tanpa Tuhan, alias spiritualitas ateis. Comte-Sponvillemngklaim dirinya ateis namun sebenarnya ia masuk ke dalam ranah teosufi.  Pernyatan-pernyataannya bukan hal baru dalam dunia sufi. Ia berusaha mencari ekspresi baru yang humanis di dalam menerjemahkan kegelisahan spiritualnya.
4.       Bibliographie du XX Siecle, Le Testament Philosophique, karya besar Prof. Roger Graudy, seorang folosof kenamaan di Prancis. Yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Prof. H.M. Rasyidi dengan judul “Mencari Agama pada Abad XX”. Dalam buku ini Graudy membuat sebuah pamflet agama di abad XX. Ia menilai agama-agama di barat gagal membimbing ilmu pengetahuan sehingga terjadi distrosi antara alam, manusia dan Tuhan. Agama di abad XX ialah agama yang mamp mengutuhkan hubungan antara alam, manusia, dan Tuhan. Bagi Graudy, agama di abad XX adalah Islam, karena subtansi dan inti ajaran Islam ialah hubungan simetri antara ketiga hal tersebut.
Jauh sebelum Graudy, Pof. LW.H. Hull menulis sebuah buku monumental  berjudul History and Philosophy od Science: An Introduction (1959). Dalam buku ini Hull sudah memprediksi suatu masa dimana ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan pembimbing morl bernama agama. Namun agama mana yang akan sanggup membimbing manusia di abad modern itu sedang dicari di dalam perjelanan sejarah. Hull mensyaratkan agama yang dapat diterima di masa depan ialah agama yang menghargai ilmu pengetahuan, hak asasi manusia, realistis dalam arti mengakui kepentingan kehidupan dunia, tidak melulu asketis, tidak meligitimasi stratifikasi sosial, dan yang lebih penting ajarannya logis.

Kelompok yang tetap mempertahankan tradisi lamanya tanpa peduli perkembangan apapun disekitarnya. Di Timur kelompok ini dianggap sebagai kelompok mainstream dan mayoritas, tetapi di Barat kelompok ini diposisikan sebagai kelompok sempalan (fringe)
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok yang mengakui adanya Tuhan tetapi cenderung tidak percaya terhadap institusi dan pranata agama . mereka percaya adanya Tuhan tapi tak mau terikat dengan tradisi keagamaan. Mereka berkeyakinan Tuhan hanya satu untuk semua gama, karena itu bebas untuk mengikuti ritual-ritual kebaktian agama lain.
Kelompok ketiga yaitu ateis, yang memang sudah tidak mau mengakui adanya Tuhan atau tidak mau pusing apakah Tuhan itu ada atau tiada. Namun begitu mereka belum bisa disebut sebagai ateis sejati karena mereka masih percaya terhadap kecenderungan hati nurani dan bagi mereka itu lebih penting darpada ajaran agama atau sabda Tuhan, yang tidak lain bagi mereka adalah kamuflase dan legitimasi kepentingan tokoh-tokoh agama.
Kelompok keempat, mengalihkan perhatian dan kegelisahannya pada nilai-nilai ketimuran, khuusnya nilai-nilai keislaman. Mereka tidk puas dengan agama yang dianutnya selama ini tetapi mereka tidak berani menjadi ateis. Ia juga masih percaya adanya Tuhan dan masih mengganggap perlunya agama berperan di dalam kesidupan, meskipun dalam skala yang terbatas.
Sebuah survei yang di ungkapkan oleh Monsignor Vittorio Formenti dalam sebuah terbitan resmi vatikan , L’Osservatore Romano, bahwa sepanjang sejarah baru kali ini posisi agama Katolik digeser kedudukannya sebagai agama terbesar dunia oleh agama Islam, ini sungguh menarik dan sangat menggemparkan.  Kini jumlah penduduk muslim mencapai 1,25 miliar atau 19.2% dari total penduduk dunia dan penganut agama Katolik berjumlah 17,4% dari total penduduk dunia..
Islam di dunia barat berkembang pesat  justru ketika Islam sedang banyak dicerca karena penyerangan kelompok teroris dengan menggunakan baju agama. Ini mengingatkan kita di abad pertengahan, justru ketika sedang terjadi Perang Salib antara Timur-Islam melawan Eropa-Kristen, Islam berkembang begitu pesat di Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar