Filsafat
Ilmu Dalam Kontek Filsafat Sejarah
Filsafat Ilmu memiliki empat obyek
telaahan. Dua obyek menelaah substansinya, dan dua obyek lainnya menelaah
instrumentasinya. Dua yang pertama (telaah substansi) adalah Fakta atau
kenyataan; dan kebenaran. Sedangkan dua yang terakhir (telaah instrumentasi)
adalah Uji konfirmasi; dan Logika Inferensi.
Telaah subtansi dalam filsafat ilmu
yang dimaksukan adalah fakta atau kenyatan dan kebenaran, juga menjadi bagian
dari telah filsafat sejarah. Antara filsafat ilmu dan filsafat sejarah
kedua-duanya mengaji tentang alam, manusia, dan segala tindakanya. Sebuah fakta
yang bisa dijadikan sumber kebenaran sejarah dan dapat menjadi ilmu
pengetahuan, jika telah mempunyai metode dan metodologi. Olehnya itu, suatu
ilmu dalam pandangan filsafat bila memenuhi tiga kreteria:
Pertama, aspek
antologi, yakni berkaitan dengan hakekat yang dikaji dalam objek formal dan
objek material. Objek formal ialah manusia. Apapun yang dilakukan manusia
adalah objek material. Sama seperti halanya dalam kajian sejarah objeknya
adalah manusia dan tindakanya.
Kedua, aspek
epistimologi yakni, yakni cara mendapatkan pengetahuan. Rekonstruksi mengenai
kejadian dimasa lampau dilakukan secara sismatis melalui heuristic, kritik
(internal dan ekternal), interpertasi, dan histografi. Cara atau metode ini
tidak dapat saling dipertukakarkan urutan kerjanya. Dengan cara itu,
rekonstruksi masa lalu dapat dilakukan.
Ketiga, aspek aksiologi guna atau manfaat
suatu pengetahuan yang dikatakan sebagai suatu ilmu. Tujuan suatu ilmu dalam
krangka ini bukan semata untuk ilmu itu sendir, melaingkan lebih luas yakni
dapat member manfaat bagi kepentingan kemanusiaan. Apek ini sering menjdi bahan
perdebatan, bahwa masa lalu kurang atau bahkan tidak punya konstribusi terhadap
masa depan unmat manusia, (Abdurahman Hamid & Muhamad Saleh Majid, 2011:
86).
Ilmu sejarah
dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling
membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu,
sedangkan ilmu filsafat berbicara mengenai bagaimana berfikir secara rasional,
analisis dan kritis, kedua ilmu ini akan sangat bersinergi dalam memecahkan
masalah-masalah yang bermunculan di zaman kontemporer ini, ilmu sejarah
memberikan gambaran dari masa lalu, yang mana pada masa lalu pernah terjadi
bebagai macam persoalan-persoalan, baik persoalan yang meliputi masalah
politik, pemerintahan, masalah sosial, ekonomi maupun masalah yang bersifat
religius Sebahagian orang mengharapkan masa lalu dapat menjelaskan atau bahkan
memberikan pembenaran terhadap apa yang terjadi sekarang, sebahagian yang lain
berharap, dari sejarah dapat dicari akar-akar identitas bahkan orientasi kemasa
depan, harapan ini termasuk fungsi sosial dari sejarah yaitu“ mengorganisasi
masa lalu sebagai fungsi dari masa sekarang”
Ilmu filsafat memberikan sentuhan
pemikiran yang mendorong manusia untuk berfikir secara kritis setiap kejadian
sejarah yang kemudian menjabarkan bagaimana menjadikan masa lalu tersebut
menjadi sebuah ibrah atau pelajaran dimasa sekarang yang terkait dengan
permasalah yang tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa lampau, dengan
demikin manusia mampu memetik sebuah pesan kontemporer dalam rangka membina
kehidupan manusia moderen yang ideal.
Dengan demikian kita bisa mengambil
sebuah kesimpulan bahwa tugas filsafat dalam sejarah adalah menggerakkan
pemikiran manusia agar merekontruksi masa lalu sebagai pelajaran atau hikmah
dimasa sekarang, dan merancang masa depan.
Menurut Murtadha Mutahhari (1986:65), sejarah dapat didefinisikan
dalam tiga cara:
Pertama,
pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan keadaan-keadaan
kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian masa kini.
Semua situasi, keadaan, peristiwa, dan episode yang terjadi pada masa kini,
dinilai, dilaporkan, dan dicatat sebagai hal-hal yang terjadi hari ini oleh
surat kabar-surat kabar. Namun demikian, begitu waktunya berlalu, maka semua hal
itu larut bersama masa lalu dan menjadi bagian sejarah. Jadi, sejarah adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian, dan keadaan-keadaan
kemanusiaan di masa lampau. Biografi-biografi, catatan-catatan tentang
peperangan dan penaklukan, dan semua babad semacam itu, yang disusun pada masa
lampau, atau di masa kini, adalah termasuk dalam kategori ini.
Pengertian sejarah seperti
dikemukakan di atas, apabila ditelusuri lebih jauh meliputi empat hal: (1)
sejarah merupakan pengetahuan tentang sesuatu berupa pengetahuan tentang
rangkaian episode pribadi atau individu, bukan merupakan pengetahuan tentang
serangkaian hukum dan hubungan umum; (2) sejarah merupakan
suatu telaah atas riwayat-riwayat dan tradisi-tradisi, bukan merupakan disiplin
rasional; (3) sejarah merupakan pengetahuan tentang mengada (being),
bukan pengetahuan tentang menjadi (becoming); dan (4) sejarah
berhubungan dengan masa lampau, bukan masa kini. Tipe sejarah ini menurut
Mutahhari disebut sebagai sejarah
tradisional (tarikh naqli) atau sejarah yang
ditransmisikan (transmitted history).
Kedua, sejarah
merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum
yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui
penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Dalam hal ini,
bahan-bahan yang menjadi urusan sejarah tradisional, yakni peristiwa-peristiwa
dan kejadian-kejadian masa lampau, adalah bahan dasar untuk kajian ini. Kajian
atau telaah terhadap sejarah dalam pengertian ini, yang berupa
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, adalah sama halnya dengan
bahan-bahan yang dikumpulkan oleh seorang ilmuwan, yang selanjutnya dianalisis
dan diselidiki di laboratorium guna menemukan hukum-hukum umum tertentu.
Sejarawan dalam upaya menganalisis ini, berusaha
mengungkapkan sifat sejati peristiwa-peristiwa sejarah tersebut serta hubungan
sebab-akibatnya, dan akhirnya dapat menemukan hukum-hukum yang bersifat umum
dan berlaku pada semua peristiwa yang serupa. Sejarah dalam pengertian ini
menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah
ilmiah.
Meskipun obyek penelitian dan bahan
pokok sejarah ilmiah adalah episode-episode dan peristiwa-peristiwa masa
lampau, tetapi hukum-hukum yang disimpulkannya tidak hanya terbatas pada masa
lampau. Hukum-hukum tersebut dapat digeneralisasikan
sehingga dapat diterapkan pada masa kini dan mendatang. Segi sejarah ini
menjadi sangat bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi
manusia untuk memproyek-sikan dan memperkirakan masa depan.
Perbedaan tugas seorang peneliti
dalam bidang sejarah ilmiah dan tugas seorang peneliti dalam ilmu pengetahuan
alam sangat jelas. Bahan penelitian seorang ilmuwan dalam bidang kealaman
adalah berupa rantai kejadian nyata dan dapat dibuktikan. Oleh karena itu,
seluruh penyelidikan, analisis, dan hasilnya, dapat dilihat. Sementara itu,
bahan kajian penelitian seorang sejarawan ada di masa lampau dan tidak ada di
masa sekarang. Bahan yang dikaji seorang sejawaran adalah setumpuk catatan
tentang rangkaian peristiwa masa lampau. Seorang sejarawan adalah seperti seorang
hakim di pengadilan, yang memutuskan suatu perkara atas dasar bukti-bukti dan
petunjuk-petunjuk yang ada padanya.
Dengan demikian, analisis seorang
sejarawan bersifat logis dan rasional, bukan berdasarkan bukti-bukti dari luar
yang dapat diuji kebenarannya. Seorang sejarawan melakukan analisisnya di
laboratorium pikiran dan akalnya, dengan peralatan logika dan penyimpulan,
bukan di laboratorium fisik lahiriah dengan penelitian observasi dan
pengukuran. Karena itu, pekerjaan seorang sejarawan lebih dekat dengan
pekerjaan seorang filosuf ketimbang pekerjaan seorang ilmuwan. Apa yang
dikatakan Mutahhari ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Croce
ketika mengatakan bahwa sejarah
adalah bentuk tertinggi dari filsafat. Bagi Croce, perbuatan berpikir adalah filsafat dan
sekaligus sejarah pada waktu yang bersamaan. Karenanya, sejarah identik
dengan tindakan berpikir itu sendiri. Dari paradigma ini kemudian lahirlah
rumusan tentang identiknya sejarah
dengan filsafat (Ahmad Syafii Maarif, 2003: 35).
Ketiga, filsafat
sejarah (kesejarahan) didasarkan pada pengetahuan tentang perubahan-perubahan
bertahap yang membawa masyarakat bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain.
Filsafat sejarah membahas tentang hukum-hukum
yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, filsafat
sejarah adalah ilmu tentang proses menjadinya (becoming) masyarakat,
bukan hanya tentang maujudnya (being) saja.
Spengler
Toynbee mengemukakan sejarah sebagai perkembangan yang sesuai dengan
putaran-putaran perubahan yang tetap dan selalu kembali, sementara sejarawan
lain mengatakan sejarah sebagai suatu keseluruhan laporan mengenai masa lalu
manusia yang memperlihatkan bahwa masa lalu tersebut membentuk diri sesuai
dengan prinsip-prinsip tertentu yang sah secara universal. Pendapat lain
tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa dalam penulisan
sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam kerangka ilmiah,
dan sejarah dalam kerangka filosofis. Sejarah dalam kerangka ilmiah adalah
sejarah sebagai ilmu, artinya sejarah sebagai salah satu bidang ilmu yang
meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat
serta kemanusiaan di masa lampau beserta seluruh kejadian-kejadian, dengan
maksud untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan
tersebut, untuk akhirnya dijadikan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan
sekarang serta arah program masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar