Selasa, 27 Desember 2016

Filsafat Ilmu Dalam Kontek Filsafat Sejarah



Filsafat Ilmu Dalam Kontek Filsafat Sejarah
Filsafat Ilmu memiliki empat obyek telaahan. Dua obyek menelaah substansinya, dan dua obyek lainnya menelaah instrumentasinya. Dua yang pertama (telaah substansi) adalah Fakta atau kenyataan; dan kebenaran. Sedangkan dua yang terakhir (telaah instrumentasi) adalah Uji konfirmasi; dan Logika Inferensi.
Telaah subtansi dalam filsafat ilmu yang dimaksukan adalah fakta atau kenyatan dan kebenaran, juga menjadi bagian dari telah filsafat sejarah. Antara filsafat ilmu dan filsafat sejarah kedua-duanya mengaji tentang alam, manusia, dan segala tindakanya. Sebuah fakta yang bisa dijadikan sumber kebenaran sejarah dan dapat menjadi ilmu pengetahuan, jika telah mempunyai metode dan metodologi. Olehnya itu, suatu ilmu dalam pandangan filsafat bila memenuhi tiga kreteria:
Pertama, aspek antologi, yakni berkaitan dengan hakekat yang dikaji dalam objek formal dan objek material. Objek formal ialah manusia. Apapun yang dilakukan manusia adalah objek material. Sama seperti halanya dalam kajian sejarah objeknya adalah manusia dan tindakanya.
Kedua, aspek epistimologi yakni, yakni cara mendapatkan pengetahuan. Rekonstruksi mengenai kejadian dimasa lampau dilakukan secara sismatis melalui heuristic, kritik (internal dan ekternal), interpertasi, dan histografi. Cara atau metode ini tidak dapat saling dipertukakarkan urutan kerjanya. Dengan cara itu, rekonstruksi masa lalu dapat dilakukan.
Ketiga, aspek aksiologi guna atau manfaat suatu pengetahuan yang dikatakan sebagai suatu ilmu. Tujuan suatu ilmu dalam krangka ini bukan semata untuk ilmu itu sendir, melaingkan lebih luas yakni dapat member manfaat bagi kepentingan kemanusiaan. Apek ini sering menjdi bahan perdebatan, bahwa masa lalu kurang atau bahkan tidak punya konstribusi terhadap masa depan unmat manusia, (Abdurahman Hamid & Muhamad Saleh Majid, 2011: 86).
Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu, sedangkan ilmu filsafat berbicara mengenai bagaimana berfikir secara rasional, analisis dan kritis, kedua ilmu ini akan sangat bersinergi dalam memecahkan masalah-masalah yang bermunculan di zaman kontemporer ini, ilmu sejarah memberikan gambaran dari masa lalu, yang mana pada masa lalu pernah terjadi bebagai macam persoalan-persoalan, baik persoalan yang meliputi masalah politik, pemerintahan, masalah sosial, ekonomi maupun masalah yang bersifat religius Sebahagian orang mengharapkan masa lalu dapat menjelaskan atau bahkan memberikan pembenaran terhadap apa yang terjadi sekarang, sebahagian yang lain berharap, dari sejarah dapat dicari akar-akar identitas bahkan orientasi kemasa depan, harapan ini termasuk fungsi sosial dari sejarah yaitu“ mengorganisasi masa lalu sebagai fungsi dari masa sekarang”
Ilmu filsafat memberikan sentuhan pemikiran yang mendorong manusia untuk berfikir secara kritis setiap kejadian sejarah yang kemudian menjabarkan bagaimana menjadikan masa lalu tersebut menjadi sebuah ibrah atau pelajaran dimasa sekarang yang terkait dengan permasalah yang tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa lampau, dengan demikin manusia mampu memetik sebuah pesan kontemporer dalam rangka membina kehidupan manusia moderen yang ideal.
Dengan demikian kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa tugas filsafat dalam sejarah adalah menggerakkan pemikiran manusia agar merekontruksi masa lalu sebagai pelajaran atau hikmah dimasa sekarang, dan merancang masa depan.
Menurut Murtadha Mutahhari (1986:65), sejarah dapat didefinisikan dalam tiga cara:
Pertama, pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian masa kini. Semua situasi, keadaan, peristiwa, dan episode yang terjadi pada masa kini, dinilai, dilaporkan, dan dicatat sebagai hal-hal yang terjadi hari ini oleh surat kabar-surat kabar. Namun demikian, begitu waktunya berlalu, maka semua hal itu larut bersama masa lalu dan menjadi bagian sejarah. Jadi, sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau. Biografi-biografi, catatan-catatan tentang peperangan dan penaklukan, dan semua babad semacam itu, yang disusun pada masa lampau, atau di masa kini, adalah termasuk dalam kategori ini.
Pengertian sejarah seperti dikemukakan di atas, apabila ditelusuri lebih jauh meliputi empat hal: (1) sejarah merupakan pengetahuan tentang sesuatu berupa pengetahuan tentang rangkaian episode pribadi atau individu, bukan merupakan pengetahuan tentang serangkaian hukum dan hubungan umum; (2) sejarah merupakan suatu telaah atas riwayat-riwayat dan tradisi-tradisi, bukan merupakan disiplin rasional; (3) sejarah merupakan pengetahuan tentang mengada (being), bukan pengetahuan tentang menjadi (becoming); dan (4) sejarah berhubungan dengan masa lampau, bukan masa kini. Tipe sejarah ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah tradisional (tarikh naqli) atau sejarah yang ditransmisikan (transmitted history).
Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Dalam hal ini, bahan-bahan yang menjadi urusan sejarah tradisional, yakni peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian masa lampau, adalah bahan dasar untuk kajian ini. Kajian atau telaah terhadap sejarah dalam pengertian ini, yang berupa peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, adalah sama halnya dengan bahan-bahan yang dikumpulkan oleh seorang ilmuwan, yang selanjutnya dianalisis dan diselidiki di laboratorium guna menemukan hukum-hukum umum tertentu.
Sejarawan dalam  upaya menganalisis ini, berusaha mengungkapkan sifat sejati peristiwa-peristiwa sejarah tersebut serta hubungan sebab-akibatnya, dan akhirnya dapat menemukan hukum-hukum yang bersifat umum dan berlaku pada semua peristiwa yang serupa. Sejarah dalam pengertian ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah ilmiah.
Meskipun obyek penelitian dan bahan pokok sejarah ilmiah adalah episode-episode dan peristiwa-peristiwa masa lampau, tetapi hukum-hukum yang disimpulkannya tidak hanya terbatas pada masa lampau. Hukum-hukum tersebut dapat digeneralisasikan sehingga dapat diterapkan pada masa kini dan mendatang. Segi sejarah ini menjadi sangat bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi manusia untuk memproyek-sikan dan memperkirakan masa depan.
Perbedaan tugas seorang peneliti dalam bidang sejarah ilmiah dan tugas seorang peneliti dalam ilmu pengetahuan alam sangat jelas. Bahan penelitian seorang ilmuwan dalam bidang kealaman adalah berupa rantai kejadian nyata dan dapat dibuktikan. Oleh karena itu, seluruh penyelidikan, analisis, dan hasilnya, dapat dilihat. Sementara itu, bahan kajian penelitian seorang sejarawan ada di masa lampau dan tidak ada di masa sekarang. Bahan yang dikaji seorang sejawaran adalah setumpuk catatan tentang rangkaian peristiwa masa lampau. Seorang sejarawan adalah seperti seorang hakim di pengadilan, yang memutuskan suatu perkara atas dasar bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk yang ada padanya.
Dengan demikian, analisis seorang sejarawan bersifat logis dan rasional, bukan berdasarkan bukti-bukti dari luar yang dapat diuji kebenarannya. Seorang sejarawan melakukan analisisnya di laboratorium pikiran dan akalnya, dengan peralatan logika dan penyimpulan, bukan di laboratorium fisik lahiriah dengan penelitian observasi dan pengukuran. Karena itu, pekerjaan seorang sejarawan lebih dekat dengan pekerjaan seorang filosuf ketimbang pekerjaan seorang ilmuwan. Apa yang dikatakan Mutahhari ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Croce ketika mengatakan bahwa sejarah adalah bentuk tertinggi dari filsafat. Bagi Croce, perbuatan berpikir adalah filsafat dan sekaligus sejarah pada waktu yang bersamaan. Karenanya, sejarah identik dengan tindakan berpikir itu sendiri. Dari paradigma ini kemudian lahirlah rumusan tentang identiknya sejarah dengan filsafat (Ahmad Syafii Maarif, 2003: 35).
Ketiga, filsafat sejarah (kesejarahan) didasarkan pada pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain. Filsafat sejarah membahas tentang hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, filsafat sejarah adalah ilmu tentang proses menjadinya (becoming) masyarakat, bukan hanya tentang maujudnya (being) saja.
Spengler Toynbee mengemukakan sejarah sebagai perkembangan yang sesuai dengan putaran-putaran perubahan yang tetap dan selalu kembali, sementara sejarawan lain mengatakan sejarah sebagai suatu keseluruhan laporan mengenai masa lalu manusia yang memperlihatkan bahwa masa lalu tersebut membentuk diri sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang sah secara universal. Pendapat lain tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa dalam penulisan sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam kerangka ilmiah, dan sejarah dalam kerangka filosofis. Sejarah dalam kerangka ilmiah adalah sejarah sebagai ilmu, artinya sejarah sebagai salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta seluruh kejadian-kejadian, dengan maksud untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar